About me

Foto saya
Saya Anisa Budi Listiani.. i'm easy going, and then prefer to create an animation, make films, just think I'm cool as long as the positive.. And Then Semoga Isi Blog saya bisa bermanfaat, dan bisa menjadi inspirasi yang Positif..

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Undang-undang Tentang Hak Cipta dan Tentang Telekomunikasi.



          Hak Cipta Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam UU tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1). Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.

Ketentuan Umum
Pasal 1 , ayat 8 :
Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
·         
            Jangka waktu perlindungan hak cipta
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
·          
      Penegakan hukum atas hak cipta
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).

Pendaftaran Hak Cipta di Indonesia
          Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di [[pengadilan]] apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun [http://www.dgip.go.id/article/archive/9/ situs web] Ditjen HKI. “Daftar Umum Ciptaan” yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
Hukum Kekayaan Intelektual (HAKI) di bidang hak cipta memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang hak cipta yaitu pidana penjara dan/atau denda, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/atau denda dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut:
  1. Pasal 72 ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
  2. Pasal 72 ayat (2) : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
  3. Pasal 72 ayat (3) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
  4. Pasal 72 ayat (4) : Barangsiapa melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
  5. Pasal 72 ayat (5) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
  6. Pasal 72 ayat (6) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
  7. Pasal 72 ayat (7) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
  8. Pasal 72 ayat (8) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
  9. Pasal 72 ayat (9) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
  10. Pasal 73 ayat (1) : Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.
  11. Pasal 73 ayat (2) : Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
         Jelasnya yang dimaksud dengan “bersifat unik” adalah bersifat lain daripada yang lain, tidak ada persamaan dengan yang lain, atau yang bersifat khusus. Ketentuan pidana tersebut di atas, menunjukkan kepada pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait lainnya untuk memantau perkara pelanggaran hak cipta kepada Pengadilan Niaga dengan sanksi perdata berupa ganti kerugian dan tidak menutup hak negara untuk menuntut perkara tindak pidana hak cipta kepada Pengadilan Niaga dengan sanksi pidana penjara bagi yang melanggar hak cipta tersebut. Ketentuan-ketentuan pidana dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dimaksudkan untuk memberikan ancaman pidana denda yang paling berat, paling banyak, sebagai salah satu upaya menangkal pelanggaran hak cipta, serta untuk melindungi pemegang hak cipta.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI

Sesuai dengan BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 yang terkandung dalam UU. no 36 tahun 1999 yang berisikan sebagai berikut :
  • Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Lainnya
Lalu sarana dan prasarana apa saja yang diterangkan di Bab 1 Pasal 1 itu , diantaranya adalah Alat telekomunikasi, Perangkat telekomunikasi, Sarana dan prasarana telekomunikasi, Pemancar radio, Jaringan telekomunikasi, Jasa telekomunikasi, Penyelenggara telekomunikasi, Pelanggan, Pemakai, Pengguna, Penyelenggaraan telekomunikasi, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, Penyelenggaraan jasa telekomunikasi, Penyelenggaraan telekomunikasi khusus, Interkoneksi, dan Menteri.

PEMBAHASAN
          Menurut Azas dan Tujuan yang terkandung dalam Bab 2 , Pasal 2 berbunyi “Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri”. Dan Pasal 3 berbunyi “Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa”. Azas dan tujuan yang diterangkan diatas telah menerangkan bahwa segala macam aktivitas telekomunikasi telah mempunyai kepastian hukum dan mempunyai tujuan untuk mempersatukan bangsa.
Menurut Penyidikan yang terkandung dalam Bab 5, Pasal 44 Poin (1) yang berbunyi “Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Iingkungan Departemen yang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi”. Memiliki makna, bahwa segala macam tindak pidana yang berhubungan dengan telekomunikasi memiliki sebuah wadah penyelidikan yang koordinir oleh Penyidik Polri ataupun semua PNS yang berada pada departemen Telekomunikasi yang diberikan kewenangan khusus dalam melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
Menurut Sanksi Administrasi yang terkandung dalam Bab 6, Pasal 45 dan 46. Jika terjadi tindak pidana dalam pelenggaraan telekomunikasi, maka sangsi yang akan diterima berupa pencabutan izin. Pencabutan izin diberikan setelah penyelenggara mendapatkan peringatan tertulis sebelumnya. Jika masih tetap dilaksanakan, maka pencabutan izin akan langsung dilayangkan.
Kesimpulan, dengan UU No. 36 tahun 1999 seperti yang tercantum diatas, memiliki ruang lingkup untuk pengguna telekomunikasi yang terbatas. Tidak ada kebebasan dalam penyampaian pandangan mereka. Namun yang sangat disayangkan adalah kepada penyelenggara telekomunikasi. Mereka akan mendapatkan sangsi, namun sangsi itu bukan mereka yang melakukan, namun imbas dari pengguna jasa nakal yang membuka atau mengakses sesuatu dengan ilegal.

 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS